Langsung ke konten utama

IMAM SYAQIQ BIN IBRAHIM AL BALKHI ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ DAN SEORANG SUFI MUDA

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪ
Syaqiq bin Ibrahim al-Balkhi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ mengisahkan:
Saya pergi melaksanakan haji.
Dalam perjalanan, saya singgah di kota Qadisiyyah bersama rombongan lain.
Saya melihat orang-orang ramai dengan perhiasan mereka.
Seketika pandanganku tertumpu kepada seorang pemuda yang berwajah tampan.
Tubuhnya memakai pakaian yang berkain kasar dan kakinya memakai sendal kayu.
Pemuda itu duduk sendirian (tersisih dari keramaian).
Saya berkata dalam diriku bahwa si pemuda berpura-pura hendak menjadi seorang sufi.
Ia nanti akan menjadi beban terhadap orang lain.
Saya akan mendapatinya, mengujinya, dan mencela atas kepura-puraannya.
Ketika saya mendekatinya, ia berkata, “Wahai Syaqiq”, lalu membaca ayat:
ﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻣِّﻦَ ﺍﻟﻈَّﻦِّ ﺇِﻥَّ ﺑَﻌْﺾَ ﺍﻟﻈَّﻦِّ ﺇِﺛْﻢٌ
“Jauhilah kebanyakan prasangka karena sungguh sebagian prasangka merupakan dosa”.
(QS. Al-Hujurat, ayat 12)
Lalu Ia beranjak meninggalkanku.
Saya berkata dalam diriku sungguh kejadian tadi merupakan sebuah perkara besar, luar biasa. Bagaimana mungkin Ia berbicara atas apa yang terbetik dalam hatiku?
Ia juga menyebut namaku padahal saya tidak pernah bertemu dengannya.
Pasti Ia di antara hamba yang shalih.
Saya kemudian segera mengejarnya dari belakang, tetapi Ia telah hilang dari penglihatanku.
Ketika kami singgah di Waqishah, saya bertemu lagi dengan pemuda itu.
Ia sedang melaksanakan shalat dalam keadaan anggota badan bergetar
dan air matanya mengalir.
Saya lalu duduk di dekatnya, menunggu Ia selesai shalat dan dalam hatiku
mengatakan bahwa mesti meminta maaf atas kesalahanku
(karena mungkin telah membuatnya tersinggung).
Setelah shalat, Ia menoleh kepadaku sambil berkata,
“Wahai Syaqiq”, lalu membaca ayat:
ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﻟَﻐَﻔَّﺎﺭٌ ﻟِّﻤَﻦ ﺗَﺎﺏَ ﻭَﺁﻣَﻦَ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﺛُﻢَّ ﺍﻫْﺘَﺪَﻯ
“Dan sungguh Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman,
dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar”.
(QS. Thaha, ayat 82)
Lalu Ia beranjak meninggalkanku lagi.
Saya merenung bahwa pemuda itu termasuk dari wali ‘abdal
karena Ia telah berbicara atas apa yang kusembunyikan dalam hatiku sebanyak dua kali.
Ketika kami berada di Rammala, saya melihatnya lagi.
Kali ini Ia menuju ke sebuah sumur.
Di tangannya ada sebuah teko untuk mengambil air.
Karena air dalam sumur agak jauh untuk dijamah,
tak disangka teko itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke dalam sumur.
Lalu saya melihatnya menengadah ke arah langit seraya berkata:
ﺃﻧﺖ ﺭﺑﻲ ﺇﺫﺍ ﻇﻤﺌﺖ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺀ
ﻭﻗﻮﺗﻲ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺩﺕ ﺍﻟﻄﻌﺎﻣﺎ
“Engkau Tuhanku yang kuberharap bila kehausan.
Engkau Kekuatan kuberharap bila kelaparan”
Setelah Ia berdoa, demi Allah, saya melihat air sumur itu berangsur naik.
Pemuda itu lalu mengambil teko yang tadi terlepas dari tangannya.
Lalu berwudhu dan melaksanakan shalat empat rakaat.
Setelah shalat, Ia mengambil segenggam pasir dan dibubuhnya ke dalam teko itu
serta diaduk dengan air, kemudian Ia meminumnya.
Saya menghampirinya dan mengucapkan salam.
Ia pun menjawab salamku.
Lalu aku berkata kepadanya,
“Berikanlah kepadaku sebagian dari nikmat Allah ﷻ yang diberikan kepadamu.”
Pemuda itu menjawab,
ﻳﺎ ﺷﻘﻴﻖ ﺗﺰﻝ ﻧﻌﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻇﺎﻫﺮﺓ ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﻇﻨﻚ ﺑﺮﻙ
“Wahai Syaqiq, tidak terhitung nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita,
ada nikmat zhahir dan juga nikmat batin. Oleh karenanya,
berprasangka baiklah kepada Tuhanmu.”
Pemuda itu memberikanku tekonya dan saya pun meminumnya.
Rasanya seperti bubur yang manis.
Demi Allah, belum pernah aku merasakan yang lebih lezat dan lebih harum daripada itu.
Saya mencicipinya hingga kenyang.
Bahkan setelah mencicipi itu,
saya merasa tidak ingin makan dan minum hingga beberapa hari.
Kemudian saya tidak melihatnya lagi hingga kami berada di Makkah.
Pada suatu malam di Makkah, saya melihatnya di dekat kubah air.
Ia sedang melaksanakan shalat saat pertengahan malam dengan khusyuk seraya menangis.
Ia tidak beranjak hingga malam berlalu.
Ketika fajar terlihat, Ia pun duduk dalam mushalla dan bertasbih kepada Allah ﷻ.
Kemudian setelah melaksanakan shalat Subuh, Ia bertawaf mengelilingi Ka‘bah tujuh kali.
Setelah itu Ia pergi, lalu saya mengikutinya.
Di tengah jalan, saya melihat orang-orang mengelilingi pemuda itu dan
menyampaikan salam kepadanya.
Saya pun bertanya kepada sebagian orang yang kulihat berada di dekatnya,
“Siapakah pemuda itu?”
Mereka menjawab,
“Ia adalah Musa bin Ja‘far bin Muhammad bin ‘Ali bin al-Husain
bin ‘Ali bin Abi Thalib ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ”.
Saya berkata,
“Saya dibuat terheran, keajaiban itu hanya untuk yang serupa pemuda sayyid ini.”
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻝ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ
Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad.
Semoga bermanfaat
Silahkan share
Referensi:
Al-Imam al-‘Alim Jamal al-Din Abi al-Faraj Ibnu al-Jauzi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ , Shifat al-Shafwah, jilid 1,
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1409 H/1989 M), tarjamah no. 191, hal. 125-126.
CATATAN :
Syaqiq bin Ibrahim al-Balkhi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ :
Namanya Abu Ali Syaqiq bin Ibrahim Al-balkhi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ,
wafat pada tahun 149 H / 810 masehi dan termasuk guru besar sufi khurasan.
Beliau ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ adalah guru Hatim Al-Asham.
Al-Imam al-‘Alim Jamal al-Din Abi al-Faraj Ibnu al-Jauzi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ :
Ibnul Jauzi atau Abu al-Faraj ibn al-Jauzi (508 H-597 H)
adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tata bahasa, ahli tafsir, pendakwah,
dan syaikh yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya kota Baghdad dan
pedakwah mazhab Sunni Hanbali yang terkemuka di masanya.
Garis keturunan (nasab) keluarganya apabila ditelusuri akan mencapai kepada
sahabat nabi Abu Bakar Ash-Shiddiq ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ . Kun-yah Abul Faraj, Namanya Abdurrahman
Nasab bin Ali bin Muhammad bin Ubaidullah bin Abdullah bin Hammadi bin Ahmad
bin Muhammad bin Ja`far bin Abdullah bin al-Qasim bin an-Nadr bin al-Qasim
bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Abdurahman bin al-Faqih al-Qasim
bin Muhammad bin Abu Bakr Ash Shiddiq ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ .
Lahir 508 H (1114 M) Wafat 597 H (1200 M)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata bahsa arab dan artinya

1. Man jadda wajada - من جدّ وجد "Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkannya." 2. Man saaro darbi wasola - من سار على الدرب وصل "Barang siapa berjalan pada jalannya, maka dia akan sampai (pada tujuannya)." 3. Wa maa ladatu illa ba'dat ta'bi - ومااللذّة إلا بعد التعب "Tidak ada kenikmatan kecuali setelah kepayahan." 4. Man yazro' yahsud - من يزرع يحصد "Barang siapa yang menanam pasti akan memetik (mengetam)." 5. lan tarji'al ayyamul lati madhot - لن ترجع الأيّام التي مضت "Tidak akan pernah kembali lagi hari-hari yang te...

KALAM ABAH GURU SEKUMPUL TENTANG SHOLAWAT

KALAM ABAH GURU SEKUMPUL TENTANG SHOLAWAT "Orang yang membaca sholawat, maka ia akan merasakan surganya dunia, sebelum merasakan surganya akhirat, dan sholawat Itu penerang hati" "Makhluk tidak bisa cinta dengan Allah kecuali melalui Rasulullah" "Mulai di dunia sampai di alam barzakh tidak ada yang paling nyaman selain makrifat. Supaya lekas makrifat perbanyaklah sholawat" "Sebaik-baik dan seindah-indah lamunan / khayalan, ialah menghadirkan kekasih hati (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam)" "Akhir zaman yang seperti ini jalan yang paling mudah menuju hadhrot Allah adalah dengan memperbanyak sholawat" "Aku dijalankan guruku di jalan sholawat, maka aku juga menjalankan muridku di jalan sholawat (memperbanyak baca sholawat)" "Orang yang bersholawat berarti orang itu telah menyebut kekasih Allah maka orang itu sama saja berdzikir/menyebut Allah tanpa hijab" "Memuji Rasulullah adalah jalan y...

👳🏻👳‍♀ *Mencintai Ahlul Bait Rasulullah adalah Ciri Ahlus Sunnah..*

AHLUL BAIT Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam memiliki keutamaan dan kemuliaan bagi semua kaum Muslimin, karena Allah Subhanahu Wata’ala memuliakan dan membersihkan mereka dari dosa, mewajibkan kaum Muslimin untuk mencintai mereka di atas semua ras manusia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 33) Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman kepada nabi-Nya, “Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (QS. Asy-Syûrâ [42]: 23) Artinya, katakan kepada mereka wahai Muhammad, aku tidak menginginkan upah dari kalian semua selain kalian mencintaiku dan mencintai keluargaku. Ahlul Bait adalah keturunan suci Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam yang memiliki ikatan nasab, mereka adalah keturunan Fathimah sampai hari kiamat. Demikian yang dijelaskan Imam Nawawi da...