Guru Sekumpul, sosok ulama besar asal Kalimantan yang dikenang umat penjuru dunia. Bernama lengkap KH Muhammad Zaini Abdul Ghani ini menjadi rujukan masyarakat Kalimantan dalam menjalani hidupnya. Laku hidupnya menjadi cermin umat untuk meneladani Nabi Muhammad SAW. Kasih sayangnya kepada umat tak pernah pilih kasih, bahkan kepada orang yang mau menyakiti sekalipun malah didoakan untuk mendapatkan hidayah. Sungguh akhlaq mulia yang lahir dari keteladanan Nabi Muhammad SAW.
Kisah karomah Guru Sekumpul amat masyhur dalam hati jama’ahnya. Saat itu, saat masih usia 21 tahun, Guru Sekumpul pernah mengalami perjalanan gaib, yakni menembus jarak dan waktu. Dalam perjalanan itu, Guru Sekumpul dipertemukan dengan seorang kiai kenamaan dari Pulau Jawa ketika di negeri Timur Tengah.
Pada tahun 1962 itu, sebagaimana diceritakan Tuan Guru KH Syaifuddin Zuhri, ada kejadian ganjil yang dialami Guru Sekumpul. Cerita ini, diakui Guru Syaifuddin, langsung diceritakan Guru Sekumpul dengan beliau.
Pada waktu itu, Guru Sekumpul yang sedang berada di rumah diperintah seorang tua –tidak disebutkan siapa orang tersebut-. Orang tua itu menyuruh Guru Sekumpul untuk menyusuri jalan di belakang rumah beliau. Mendapat perintah itu, Guru Sekumpul pun kemudian memasang baju dan menyusuri jalan yang ditunjukkan orang tua tersebut.
Setelah disusuri beliau, ternyata Guru Sekumpul tak lagi melihat rumahnya. Di tempat “baru” tersebut, beliau duduk dengan penuh keheranan. Hingga kemudian, dipertemukan dengan seorang tua lainnya.
“Basalaman (berjabat tangan) aku (dengan orang tua itu),” ujar Guru Syaifuddin meniru perkataan Guru Sekumpul.
Orang tua itu kemudian mengajak Guru Sekumpul berziarah ke makam Syekh Abdul Qadir Jailani. Rupanya tempat baru itu berada di Irak.
Guru Sekumpul pun bertanya kepada orang tua tersebut, “Pian ini siapa?”
“Aku Abdul Hamid Pasuruan,” kata orang tua itu menjawab.
“Kamu siapa?” tanya Kyai Hamid Pasuruan.
“Ulun (saya) dari Kalimantan Selatan, Keraton. Zaini bin Abdul Ghani.”
“Oh santrinya Kiai Syarwani ya,” kata Kiai Hamid Pasuruan. Kiai Syarwani Abdan adalah murid Kiai Hamid. Kiai Syarwani asli dari Martapura, tapi kemudian pindah ke Bangil Pasuruan dan mendirikan pesantren dengan nama Pesantren Datuk Kalampayan.
Setelah berziarah dan berjabat tangan, Kiai Hamid kembali hilang. Guru Sekumpul pun kembali kebingungan. Beliau sempat berpikir untuk meminta pihak kedutaan Indonesia di Irak untuk memulangkan beliau ke kampung halaman.
Saat duduk-duduk sembari berpikir untuk pulang, seorang tua kembali datang dan menyapa Guru Sekumpul dengan bahasa yang beliau pahami.
“Nang, nyawa handak ke mana (Kamu mau ke mana)?” kata orang tua itu.
“Pian ini siapa?”
“Aku urang (orang) kita jua, di Masjid Martapura.”
“Aku adalah Muhammad Qohir anak Datu Bedoq (seorang jin anak dari jin Islam yang bernama Bedoq atau Badaqut. Badaqut adalah murid dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari). Umpatkah ikam nang bulik lawan aku (mau ikut pulang denganku)?”
“Kada wani (tidak berani),” ujar Guru, “Busiah gugur (takut jatuh), mati. Pian terabang (sampean bisa terbang).”
“Ke sini saja,” ujar Muhammad Qohir, “Kamu tadi berangkat mulai belakang rumah tembus di belakang pauduan (tempat wudhu). Masuk aja di situ.”
Guru Sekumpul pun kemudian menyusuri jalan di mana beliau datang. Tanpa dikira, beliau kembali sampai ke depan rumah beliau.
“Itulah setengah perjalananku nang (yang) masuk-masuk ke alam gaib,” ujar Guru Syaifuddin kembali meniru perkataan Guru Sekumpul.
Itulah sosok Guru Sekumpul. Di usia mudanya sudah mengalami fase perjalanan spiritual yang luar biasa.
Penulis: Muhammad Bulkini.
Komentar
Posting Komentar